MENGENAL PENCETUS SYI’AH (ABDULLAH BIN SABA' )
Oleh :
Mei 2012
Pendahuluan
Dengan idzin Allah, selesailah terjemahan buku karya Dr. Sa'diy Al-Hasyimi. Buku ini merupakan jawaban atas pendapat yang mengatakan, bahwa Ibnu Saba' hanyalah sekedar mitos atau ilusi. Penulis ingin menyampaikan pada pembaca, bahwa Ibnu Saba' mempunyai wujud yang nyata. Memang, banyak buku yang telah ditulis, di mana di satu pihak menentang Syi'ah, sedang di pihak lain mendukung Syi'ah, dalam arti bahwa Syi'ah masuk dalam konteks besar kaum Muslimin.
Terlepas dari masalah pro dan kontra, kami terjemahkan buku ini guna menjadi studi perbandingan dengan buku-buku yang telah beredar lebih dahulu. Dengan maksud, agar dalam membaca, kaum Muslimin tidak hanya menelan mentah-mentah apa yang dibacanya, namun hendaklah menganalisa terlebih dahulu, agar tidak ceroboh dalam mengatakan mana yang salah dan mana yang benar. Sehingga kebenaran tidak sekedar sebagai kata-kata yang diucapkan, tetapi hendaknya menjadi bukti bahwa yang benar memang benar dan harus ditegakkan. Dalam membaca sesuatu, haruslah kita membacanya dengan hati terbuka.
Karena hal itu akan menyampaikan kita pada kebenaran dan kita harus menerima kebenaran dari mana pun datangnya. Sebagai penterjemah buku ini,hanya satu harapan kami, agar kaum Muslimin tetap bersatu di bawah naungan Al-Qur'an. Karena berbagai sekte dalam Islam hanyalah ciptaan manusia, sedang ciptaan Allah adalah "Al-Islam". Wassalam Mazi Salman Zeid Husein Alhamid.
A. Abdullah Bin Saba’ Bukan Tokoh Fiktif (Khayalan)
Sejarawan, penulis buku-buku tentang berbagai aliran, agama,sekte-sekte, sastrawan serta para penulis kitab khusus mengenai beberapacabang ilmu pengetahuan. Abdullah bin Saba', atau yang dijuluki dengan Ibnu Sauda mulai memeluk Islam pada masa kekhalifahan Utsman r.a. serta menampakkan kebaikan danmengadakan pendekatan kepada Ali bin Abi Thalib r.a. Demi mewujudkan ambisi busuknya, yaitu meretakkan ketaatan kaum muslimin terhadap para imam mereka, maka ia masuk dari negeri yang satu ke negeri lainnya.
Langkah awalnya bermula di Hijaz, kemudian Basrah, Kufah, kemudian ketika ia memasuki Damsyiq (Damaskus), ia mengalami kegagalan. Ia tidak dapat mewujudkan ambisinya atas ahli Syam, bahkan mereka mengusirnya dari kawasan tersebut. Hal itu membuat langkahnya tertuju ke Mesir, untuk kemudian menetap di sana. Di tempat ini Abdullah bin saba’ mulai mengadakan komunikasi melalui surat dengan orang munafik dan para pendengki yang ingin melampiaskan dendam mereka atas khalifah kaum Muslimin. ia mulai mengumpulkan para pendukung dan mengorganisir mereka. Kemudian, Abdullah bin Saba' mulai meniupkan kepercayaannya yang jahat dan menaburkan benih-benih pembangkangan dan penentangan, hingga mereka berani melakukan pembunuhan atas khalifah ketiga yaitu yang bernama Ali Bin Abi Thalib dia adalah seorang menantu Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam.
Pengumpul Al-Qur'anul Karim; Utsman bin Affan, yang mati syahid dalam rumahnya sendiri,semoga Allah meridhainya. Mereka melakukan itu tanpa sedikitpun memperdulikan kehormatan kota Rasulullah (Medinah), tanpa memperdulikan keadaannya yang ketika itu sedang membaca Al-Qur'an serta tidak pula memperdulikan asyyahrul haram (bulan yang dihormati).
Mereka yang sedikit berakal dan berilmu tidakakan mengingkari realitaini, kecuali hanya sedikitorang pada era ini. Di antaranya adalah kaum orientalis yang dendam dan orang-orang yang mengikuti mereka, dan mendekatkan diridengan sekte-sekte dan ide-ide mereka serta yang berbicara satu bahasa denganmereka, atau muslim yang bodoh, atau penentang fanatik dari sebagian kaumSyi'ah era ini. Mereka tidak memperdulikan suatu kebenaran yang telah jelas dan berpegang teguh pada pendapa~pendapat yang kontroversial, yangsesungguhnya lebih lemah dari sarang laba-laba.
B. Sikap para Orientalis Kepada Abdullah Bin Saba’
Jika niat mereka benar, niscaya Allah akan melapangkan dada mereka dengan iman, setelah mereka menyaksikan kesucian Islam. Tetapi sayang niat mereka adalah jelek, yaitu mereka menguras tenaga dan menghabiskan waktu mereka sia-sia demi menciptakan berbagai keraguan dan kebingungan terhadap segala yang berkenaan dengan Al-Qur'an, Sunnah, berbagai tatanan Islam serta Sejarah Islam. Mereka, kaum orientalis tersebut, mayoritas dari kaum Padri dan Yahudi. Pekerjaan serta program-program mereka diorganisir oleh gereja, atau Badan-badan Intelijen serta Departemen-departemen Luar Negeri. Sementara jumlah mereka yang benar- benar menyukai ilmu dan pengkajian relatif kecil.
C. Ideologi Ibnu Saba' dan Berbagai Kesesatannya
Setelah menyebutkan kitab-kitab terpercaya dan menjadi andalan Syi'ah, akan kami sebutkan hal-hal urgen yang menjadi ideologi Ibnu Saba', di mana ia membawa dan meyakinkan pengikutnya pada masalah-masalah tersebut. Demikianlah, Ide-ide sesat ini menyusup ke dalam sekte-sekte Syi'ah.
a. Ideologi Syi’ah
Sedang motivasi kami menggelar ideologi Yahudi ini dari kitab-kitab dan riwayat mereka tentang imam-imam yang ma'sum di kalangan mereka oleh karena mereka mengatakan:
§ Percaya kepada ismah para imam menjadikan hadits hadits yang berasal dari mereka sahih/benar, tanpa mengharuskan bersambungnya sanad tersebut dengan Nabi Sallallahu ’Alaihi wa Sallam, sebagaimana hal itu berlaku di kalangan ahli Sunnah.
§ Mereka juga mengatakan: Karena imam di kalangan Imamiah adalah ma'sum (suci dari dosa) padahal tak ada manusia yang bebas dari dosa kecuali rasulullah karena memang semua dosanya telah diampuni Allah. Karena hal itu maka mereka beranggapan tidak ada keraguan sedikit pun terhadap apa yang ia ucapkan. Al Mamaqani berkata: "Semua hadits kami mutlak berasal dari imam yang ma'sum. " Kitab Al Mamaqani termasuk di antara kitab-kitab jarh dan ta'dil yang paling urgen di kalangan Syi'ah.
RIWAYAT KESESATAN ABDULLAH BIN SABA’
Pertama, Abdullah Bin Saba’ ‘Mengaku’ Orang yang pertama mengetahui wasiat nabi bahwa Seharusnya Pengganti Nabi Muhamad saw adalah Ali ra.
Setelah penjelasan-penjelasan ini, yang mengharuskan satu kaum untuk menerima kabar-kabar yang diriwayatkan dalam kalangan-karangan mereka, maka akan kami sebutkan kesesatan-kesesatan utama yang disebarluaskan oleh Abdullah bin Saba', yaitu: Dia mengaku orang pertama yang berpendapat tentang adanya wasiat Rasulullah Sallallahu ’Alaihi wa Sallam untuk Ali, yaitu bahwa Ali adalah penggantinya atas umatnya setelah beliau berdasarkan nash yang diyakininya. la adalah orang pertama yang menunjukkan sikap "bebas diri" terhadap musuh-musuh Ali r.a. dan menyatakan resistensi terhadap para penentangnya serta mengkafirkan mereka meskipun mereka muslim. Bukti akan kebenaran ungkapan tersebut bukan berasal dari buku sejarah Ath-Thobari, bukan pula dari jalan Saif bin Umar, tetapi berdasarkan riwayat An-Nubakhti, Al-Kasyi, Al-Mamagani, At-Tasturi dan para sejarawan Syi'ah lainnya.
Kedua, Abdullah Bin Saba’ Mengklaim dia adalah Pengganti Musa As.
Riwayat ini adalah dikutip dari tulisan ulama syi’ah abad 3 hijriyah yang bernama An-Nubakhti. Abdullah Bin Saba’ adalah tokoh musuh dalam selimut yaitu diam-diam dia menghancurkan islam dengan pura-pura masuk islam terlebih dahulu dia mempunyai sifat sama dengan sifat dedengkot kesesatan yaitu iblis laknatullah yang mempunyai sifat sombong, licik dan munafiq. Segolongan alim dari para sahabat Ali r.a., bercerita bahwa pada mulanya Abdullah bin Saba' beragama Yahudi, kemudian masuk Islam dan berpihak kepada Ali r.a. .Ia pernah berkata ketika ia masih memeluk agama Yahudi bahwa ia adalah pengganti Musa.
Ketiga, Abdullah Bin Saba’ adalah pencetus agama rafidhah (syi’ah) yang menuhankan Ali ra.
Setelah Ibnu Saba' masuk Islam dan setelah wafatnya Nabi Sallallahu ’Alaihi wa Sallam, maka ia mengatakan hal yang sama tentang Ali r.a. dan ia adalah orang pertama yang menyiarkan tentang keharusan keimaman Ali r.a. setelah wafatnya rasulullah saw. dan menentang musuh-musuh Ali serta memusuhi orang orang yang tidak sepaham dengannya." Selanjutnya An-Nubakhti berkata: "Itulah sebabnya golongan yang menentang aliran Syi'ah mengatakan bahwa istilah Rafidhah berasal dari agama Yahudi. Pada kesempatan ini kami tunjukkan bahwa ide tentang wasiat yang menjadi andalan Ibnu Saba' telah disebutkan dalam Taurat, kitab ulangan pasal 18 dari kitab Perjanjian Lama yang isinya. Tidak ada masa yang kosong dari Nabi pengganti Musa dan seperti Musa. Tiap-tiap Nabi mempunyai pengganti, yang hidup ketika Nabi tersebut masih ada.
Ketika menyebut tentang Sabaiah. Seorang ulama dahulu bernama An-Nubakhti berkata: "Mereka (kaum Sabaiah) adalah para pendukung Abdullah bin Saba'. la termasuk mereka yang secara terang-terangan mencaci Abu Bakar, Umar, Utsman serta para sahabat dan menentang mereka. la berkata: "Sesungguhnya Ali r.a. yang menyuruh ia berbuat demikian." la adalah orang pertama yang mengatakan tentang ketuhanan Ali r.a. la adalah orang pertama yang mendakwahkan kenabian dari sekte-sekte Syi’ah yang ekstrim. Sebagai bukti adalah apa yang diriwayatkan AlKasyi dengan sanadnya dari Muhammad bin Quluwaih Al-Qummi, ia berkata:
"Telah diceritakan kepadaku oleh Sa'd bin Abdullah bin Abu Khalaf Al Qussi, ia berkata: Telah diceritakan kepadaku oleh Utsman Al-'Abdi dari Yunus bin Abdurrahman dari Abdullah bin Sinan, ia berkata: Telah diceritakan kepadaku oleh ayahku dari Abu Jakfar r.a., bahwa Abdullah bin Saba' mendakwakan kenabian dan menganggap Amirul Ali r.a. sebagai Allah. Ketika berita tersebut sampai kepada Ali, maka dipanggilnya Ibnu Saba' dan ditanyakannya tentang pernyataannya tersebut. Abdullah bin Saba' mengakuinya dan berkata: "Ya, Engkaulah Allah. Telah diilhamkan dalam jiwaku, Engkau adalah Allah dan aku adalah Nabi." Ali r.a. berkata: "Celaka engkau, setan telah menipu dan menjerumuskanmu. Sadarlah kau! Buang pendapat sesatmu. Celaka kau! Bertaubatlah:'
Namun, Abdullah menolak, lalu Ali memenjarakannya. Ketika Ali memberi kesempatan kepadanya untuk bertaubat dalam waktu tiga hari, maka Abdullah tetap menolak, lalu Ali menghukum mati dengan membakarnya. Namun yang benar Ali mengasingkannya ke kota Al-Madain, setelah dimintakan pertolongan untuknya sebagaimana yang akan kami jelaskan dalam sikap Imam Ali terhadap Abdullah bin Saba'. Berkata Imam Ali: "Setan telah menggodanya, ia datang kepadanya dan membisikkan hal tersebut ke dalam Al-Kasyi meriwayatkan dengan sanadnya juga dari Muhammad bin Quluwaih, ia berkata: "Telah diceritakan kepadaku oleh Sa'd bin Abdullah, ia berkata: Telah diceritakan kepadaku oleh Ya'qub bin Yazid dan Muhammad bin Isa dari Ibnu Abi Umair dari Hisyam bin Salim, ia berkata: Aku mendengar Abu Abdillah r.a. berkata: Dan ia bercerita kepada sahabat-sahabatnya tentang Abdullah bin Saba' dan apa yang ia dakwakan mengenai ketuhanali dalam diri Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib r.a. Ketika ia mendakwakan hal tersebut, Amirul Mukminin menyuruhnya bertobaf, tetapi Abdullah bin Saba' menolak, lalu Ali membakarnya."
Keempat, Abdullah bin Saba’ (Ibnu Saba’) adalah orang pertama yang mengada-ada mengenai kembalinya Ali ra. dan Rasulullah saw setelah wafat sebagaimana Isa Alaihissalam.
Ibnu Saba' adalah orang pertama yang mengada-adakan pendapat mengenai kembalinya Ali r.a. ke dunia setelah wafatnya dan tentang kembalinya Rasulullah Sallallahu ’Alaihi wa Sallam. Pertama kali ia mengutarakan pendapatnya secara nyata adalah di Mesir.
la berkata: "Adalah sangat mengherankan jika orang menganggap bahwa Isa kelak akan kembali, namun mendustakan kembalinya Muhammad Sallallahu ’Alaihi wa Sallam. Sedang Allah berfirman: "Sesungguhnya Allah yang mewajibkan (pelaksanaan hukum-hukum) Al-Qur'an atasmu, pasti akan mengembalikanmu ke tempat kembali." Maka, dengan demikian, Muhammad lebih berhak untuk kembali ke dunia daripada Isa. “
Kelima, Abdullah bin Saba’ dan pengikutnya meyakini keyakinan raj’ah / kehidupan dua kali didunia.
Pada kesempatan ini, kita akan mengetengahkan arti aqidah raj'ah (kembali ke dunia) di kalangan Syi'ah: Muhammad Ridha Al-Mudhaffar berkata:
"Sesungguhnya pendapat yang diikuti oleh Syi'ah Imamiah berdasarkan ajaran yang dibawa oleh ahlul bait, bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengembalikan manusia ke dunia ini dari kematian dalam bentuknya yang semula, maka la akan memuliakan satu golongan dan menghinakan golongan lainnya, la juga akan membedakan antara orang-orang yang berbuat kebenaran dan mereka yang berbuat kebatilan, antara orang-orang yang tertindas dan para penindas, hal itu akan terjadi bersamaan dengan kebangkitan Al-Mahdi. Mereka meyakini Allah tidak akan mengembalikan seseorang, kecuali apabila ia telah mencapai suatu derajat keimanan yang tinggi, atau terbenam jauh dalam berbuat kerusakan, lalu setelah itu, mereka akan mati lagi dan nanti pada hari kiamat mereka akan dibangkitkan sekali lagi untuk mendapat pahala atau siksa, sebagaimana yang disebutkan oleh Allah dalam kitab Suci-Nya, Al-Qur'an, tentang keinginan orang-orang yang telah datang dua kali ke dunia ini untuk datang lagi ketiga kalinya untuk bertobat atas dosa-dosa mereka.
Dalam hal raj'ah, kaum Syi'ah mensyaratkan adanya kemurnian iman atau kufur. Berkata Al-Qummi: "Telah diceritakan kepadaku oleh ayahku dari Ibnu Abi Umair dari Al-Mufadhdhal dari Abu Abdillah tentang firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.: "Dan pada hari kami membangkitkan tiap-tiap ummat dengan berbondong-bondong,"
maka ia berkata: "Tidak ada seorang pun dari kaum Mukmin yang terbunuh, tetapi ia akan kembali, hingga ia mati kembali, dan yang akan kembali hanyalah orang yang memurnikan imannya dan orang yang benar-benar terbenam dalam kekufuran.
Al Qummi meriwayatkan dengan sanadnya sampai pada Abu Abdillah, di mana ia menafsirkan firman Allah pada hari mereka mendengar suara teriakan dengan nyata, itulah hari kebangkitan dengan raj'ah, di mana ia berkata: "Teriakan Al Qaim dari langit adalah hari kebangkitan." la berkata: "Itulah raj'ah."
Keyakinan mereka tentang ayat ini adalah hidup dan mati dua kali dialam dunia padahal yang sebenarnya yang dimaksud mati dua kali dan hidup dua kali kematian di alam arwah menuju alam dunia dan kematian dialam dunia menuji alam kubur.
Sesuai dengan Tafsir yang sebenarnya dari ayat yang dijadikan dalil oleh Al Mudhaffar diatas adalah apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas'ud r.a., kata-katanya seperti ayat di dalam surat Al-Baqarah.
"Dahulunya kamu mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian mematikan kamu kemudian menghidupkan kamu" Dahulunya mereka mati di dalam sulbi ayah-ayah mereka, kemudian Allah mengeluarkan dan menghidupkan mereka, kemudian mematikan mereka, lalu menghidupkan mereka lagi, sesudah mati,"
Dari Ibnu Abbas r.a. berkata: "Dahulu kamu mati, sebelum Allah menjadikan kamu ini adalah kematian, kemudian la menghidupkan kamu, maka itulah kehidupan. Kemudian la mematikan kamu kembali hingga kamu kembali ke kubur, inilah kematian yang kedua. Kemudian la membangkitkan kamu kembali pada hari kiamat, inilah kehidupan yang kedua. Itulah yang dimaksud dengan dua kematian dan dua kehidupan. Hal itu sebagaimana tersebut dalam firman Allah Swt.:
"Bagaimana kalian sampai mengingkari Allah, sedang kalian dahulu mati, maka Allah menghidupkan kalian, kemudian mematikan kalian, kemudian menghidupkan kalian, kemudian kepada-Nyalah kalian akan kembali."
Kelima, Abdullah Bin Saba’ dan pengikutnya meyakini bahwa Ali ra. tidak akan pernah mati.
Dengarlah ucapan kaum Sabaiah (pengikut abdullah bin saba’) kepada orang yang mengabarkan tentang terbunuhnya Ali r.a kepada mereka.: "Engkau berdusta wahai musuh Allah! Meskipun kalian bawa kepada kami serpihan otaknya dan membawa tujuh puluh orang saksi guna menguatkan tentang kematiannya, kami tetap tidak mempercayainya. Karni tahu benar, bahwa ia tidak mungkin mati dan tidak terbunuh. la tidak akan mati, hingga kelak ia menggiring orang-orang Arab dengan tongkatnya dan menguasai bumi.”
Lihatlah betapa mereka itu menganggap Ali ra. Itu adalah orang yang hidup abadi seperti Allah yang Maha Kekal padahal tak ada satupun manusia yang bisa hidup abadi. Secara gamblang mereka telah menganggap Ali ra. Seperti tuhan mereka.
Kisah ini disebutkan oleh Sa'd bin Abdullah Al-Asy'ari Al-Qummi, penulis kitab AI-Maqolat wal Firaq. Dia sangat terpercaya di kalangan Syi'ah. An-Nubakhti juga menukil perkataan kaum Sabaiah dalam Firaq usy-Syi'ah, yaitu:
"Sesungguhnya Ali tidak terbunuh dan tidak mati. la tidak akan pernah terbunuh dan tidak akan mati, hingga kelak ia menggiring orang-orang Arab dengan tongkatnya dan memenuhi bumi dengan keadilan dan persamaan, di mana sebelumnya telah dipadati dengan kedzaliman dan kejahatan."
Keenam, Abdullah Bin Saba’ meyakini bahwa Ali ra. adalah jelmaan dari binatang melata (dabbah) yang keluar dari perut bumi pada hari mendekati kiamat.
Ibnu Saba' yang beragama Yahudi itu mendakwakan, bahwa Ali r.a. adalah binatang yang akan keluar dari perut bumi dan sesungguhnya dialah yang menciptakan makhluk dan membagi-bagikan rizki.
Ibnu Asakir berkata: "Ash-Shadiq meriwayatkan dari ayah-ayahnya yang suci dari Jabir, ia berkata: Ketika Ali dibaiat, ia berbicara di hadapan rakyat. Lalu, Abdulah bin Saba' datang dan menghampirinya sambil berkata kepadanya: Engkau adalah binatang yang akan keluar dari perut bumi." Ali berkata "Takutlah pada Allah." Ibnu Saba' berkata. "Engkaulah Sang Raja." Ali menjawab: "Bertaqwalah pada Allah." Namun, Ibnu Saba' segera berkata:
"Engkaulah yang menciptakan seluruh makhluk dan membagi-bagikan rizki." Ali
segera memerintahkan agar ia dibunuh, namun kaum Rafidhah sepakat untuk
menolak konklusi Ali. Mereka berkata: . "Asingkan saja ke pinggiran kota AlMadain.
Jika mereka tidak sudi menerima riwayat Ibnu Asakir, maka akan kami ketengahkan beberapa riwayat dari kitab-kitab mereka yang mu'tamad, yang di antaranya diriwayatkan oleh Al-Qummi dalam tafsirnya yang diandalkan oleh mereka. AlQummi berkata: Mengenai firmanNya:
“Dan apabila perkataan telah jatuh atas mereka, Kami keluarkan sejenis binatang melata dari perut bumi, yang akan mengatakan kepada mereka, bahwa sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami),
Maka pengertiannya adalah sebagaimana dari hadit palsu yang diyakini oleh orang syi’ah berikut: Telah diceritakan kepadaku oleh ayahku dari Ibnu Abi Umair dari Abi Busair dari Abi Abdillah r.a. ia berkata:
Ketika Rasulullah Sallallahu ’Alaihi wa Sallam, sampai di tempat Amirul Mukminin (Ali) yang sedang tidur di masjid dengan berbantalkan pasir, maka beliau membangunkannya dengan kakinya sambil berkata: "Bangunlah wahai binatang melata yang keluar dari perut bumi (daabbatul ardhi)."
Salah seorang sahabatnya bertanya: "Apakah sebagian dari kita dinamakan dengan nama ini, ya Rasulullah?" Beliau menjawab: "Tidak! Demi Allah nama itu khusus untuk dia dan dia adalah 'binatang melata' yang disebutkan oleh Allah dalam kitab suciNya:
"Dan apabila perkataan telah jatuh atas mereka, Kami keluarkan sejenis binatang melata dari perut bumi yang akan menyatakan kepada mereka, bahwa sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami." Kemudian beliau bersabda: "Hai Ali, jika tiba akhir masa, Allah akan mengeluarkan kamu dalam sebaik-baik bentuk. Di tanganmu terdapat alat penyelar yang dengannya kamu akan mengecap musuh-musuhmu. Seseorang berkata kepada Abu Abdillah
r.a.: Orang-orang bertanya: "Binatang ini dapat mengajak bicara mereka?"Abu Abdillah menjawab: "Allah yang berbicara dengan mereka dalam api neraka Jahanam. Sesungguhnya Dia-lah yang berbicara dengan mereka dari AlKalam."
Di antaranya apa yang diriwayatkan oleh perawiperawi mereka yang dipercaya oleh Ali r.a., bahwa ia (Ali) berkata: "Ada enam hal yang diberikan padaku, yaitu ilmu tentang ajal manusia, berbagai cobaan, wasiat-wasiat, pembicaraan yang tegas yang membedakan antara yang hak dan yang batil dan aku adalah orang yang hidup kembali berulang-ulang ke dunia, aku adalah orang yang mempunyai berbagai kekuatan, aku adalah prang yang memiliki tongkat dan alat penyelar dan aku adalah binatang yang akan keluar dari perut bumi yang akan mengajak bicara manusial.
Ali bin Ibrahim bin Hasyim meriwayatkan dalam tafsirnya dari Abi Abdillah, is berkata: "Seseorang telah berkata kepada Ammar bin Yasir: "Hai Abql Yaqdhan, suatu ayat dalam Kitabullah telah meresahkan hatiku.." Ammar berkata: "Ayat yang mana? Orang itu menjawab:
"Dan apabila perkataan telah jatuh atas mereka, Kami keluarkan sejenis binatang melata dari perut bumi yang akan menyatakan pada mereka, bahwa sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin terhadap ayat-ayat Kami (An-Naml: 82).
Apakah yang dimaksud dengan binatang yang akan keluar dari perut bumi tersebut ?" Ammar menjawab: "Demi Allah, aku tidak akan duduk atau makan dan minum, hingga kutunjukkan siapakah yang dimaksud dengan itu! Lalu, Ammar pergi bersama orang tersebut ke tempat Amirul Mukminin (Ali r.a.), yang saat itu sedang makan korma dan mentega. Ali r.a. mempersilahkan Ammar yang kemudian duduk dan makan bersamanya. Betapa heran orang tersebut melihat Ammar. Ketika Ammar sudah berdiri, ia berkata: Subhanallah! Bukankah engkau telah bersumpah, tidak akan makan dan minum, hingga kau tunjukkan padaku siapakah binatang tersebut?!"
Ammar menjawab: "Sebenarnya telah kutunjukkan padamu, jika saja engkau mau sedikit berpikir.(bahwa dakwaan pengikut ibnu saba’ ini mengatakan bahwa Ali ra. adalah jelmaan binatang melata.
Ketujuh, Mereka meyakini Thoyyaroh / bahwa mereka tidak pernah mati.
Kaum Sabaiah berkata: "Mereka sebenarnya tidak mati, melainkan terbang setelah kematian mereka dan mereka dinamakan ath-Toyyarah (yang berterbangan).
Ibnu Thahir Al Maqdisi berkata: "Sesungguhnya golongan Sabaiah dinamakan Thoyyarah. Mereka menganggap diri mereka tidak mati, dan kematian mereka tidak lain adalah terbangnya diri mereka dalam gelapnya malam.
Berkata Ath-Thusi salah seorang Imam yang terpercaya di kalangan Syi'ah dalam biografi Nashr bin Shabah yang dijuluki dengan Abul Qasim dari Balakh (Balakh adalah kota di Afghanistan), ia bertemu dengan banyak ulama dan guru-guru pada masanya. la juga meriwayatkan tentang mereka, namun dirinya sendiri dikatakan: Ia termasuk Thoyyarah yang ekstrim.
Al-Mamaqani menggolongkan Nashr bin Shabah sebagai Imam-imam yang mengarang tentang "Pengetahuan Tokoh-tokoh" kaum Syi'ah. Dalam kitab Ta'liqah, Al-Mamaqani ' berkata: "Siapa yang menyelidiki keadaan tokoh-tokoh tersebut, maka akan tampak olehnya bahwa para guru banyak menukil darinya dengan penuh keyakinan, hingga batas maksimal. AI-Mamaqani mengatakan, bahwa Nashr memiliki kitab ma'rifatun naqilin dan kitab firaqusy Syi'ah.
Kedelapan, Mereka meyakini adanya reinkarnasi ruhul kudus dalam diri para imam
Satu kaum dari golongan Sabaiah, telah berbicara tentang perpindahan ruhul qudus dalam diri para imam. Mereka menamakannya 'reinkarnasi'. Ibnu Thahir Al-Maqdisi berkata: "Ada satu kaum di antara kaum Thoyyarah (golonganSabaiah) yang beranggapan, bahwa ruhul qudus terdapat dalam diri Nabi, sebagaimana sebelumnya terdapat dalam diri Isa yang kemudian berpindah ke dalam diri Ali, lalu Hasan, Husain, demikian pula berpindah ke dalam diri para im
am. Umumnya, mereka mengakui adanya reinkarnasi dan raj'ah Kemungkinan, kitab Ar-Roddu'ala ashabit Tanasukh karya Hasan bin Musa An- Nubakhti, ditulis oleh An-Nubakhti untuk menyanggah mereka. An-Nubakhti menentang pendapat tentang adanya reinkarnasi, itulah sebabnya dia menulis kitab sebagai sanggahan atas mereka/penterjemah).
Kesembilan, Mereka mengaku paling benar mendapatkan petunjuk dan selain golongan mereka diklaim sesat.
Kaum Sabaiah berkata: Kami mendapat petunjuk melalui wahyu, namun banyak orang yang tersesat melalui isinya dan kami mendapat petunjuk berupa ilmu, namun tersembunyi bagi mereka.
Anggapan kaum Sabaiah: "Bahwa mereka mendapat petunjuk melalui wahyu, namun orang lain tersesat melalui isinya" adalah hal yang aneh, karena bagaimana mungkin dengan wahyu bisa tersesat. Yang lebih keji lagi adalah anggapan mereka, bahwa Rasulullah Sallallahu ’Alaihi wa Sallam menyembunyikan 9/10 dari wahyu Allah yang harus disebarkan.
Kesepuluh, Mereka menuduh Rasulullah saw “korupsi” wahyu
Mereka berkata: Sesungguhnya Rasulullah Sallallahu ’Alaihi wa Sallam, telah menyembunyikan 9/10 (90 persen) dari wahyu. Ocehan-ocehan nonsen semacam itu telah disanggah oleh salah seorang Imam ahlul bait, yaitu Al-Hasan bin Muhammad Ibnul Hanafiah dalam risalahnya Al-Irja dan yang meriwayatkannya adalah orang-orang yang terpercaya di kalangan Syi’ah, di mana ia berkata: "Di antara ocehan kaum Sabaiah: Kami diberi petunjuk melalui wahyu, namun banyak yang tersesat melalui isinya dan kami mendapat petunjuk berupa ilmu namun tersembunyi bagi mereka, dan mereka beranggapan bahwa Rasulullah menyembunyikan wahyu Jika benar Rasulullah Sallallahu ’Alaihi wa Sallam menyembunyikan sesuatu dari apa yang telah diturunkan Allah atasnya, niscaya beliau menyembunyikan kisah istri Zaid (yang dimaksud adalah Zainab yang ketika bercerai dari Zaid, lalu dipersunting oleh Rasulullah Sallallahu’Alaihi wa Sallam.
Kesebelas, Mereka menganggap bahwa ayat Al-Qur’an telah banyak yang hilang
Al-Hafidh Al-Jauzajani (259 H.) berkata tentang Ibnu Saba': la beranggapan, bahwa Al-Qur'an yang ada sekarang hanya 1 juz dari 9 juz dan ilmunya ada pada Ali, maka Ali melarangnya setelah menginginkannya.
Kedua belas, Mereka meyakini hal yang tidak masuk akal / tahayul terhadap khalifah Ali ra.
Mereka juga mengatakan: "Bahwa Ali ada di langit. Petir adalah suaranya, kilat adalah cemetinya. Siapa di antara mereka yang mendengar suara petir, maka akan mengatakan: "Alaikassalam, ya Amirul Mukminin! (salam sejahtera bagimu, hai amirul mukminin)."
Abu Ishaq bin Suwaid Al-'Adawi telah menyinggung ideologi mereka dalam qasidahnya, di mana di dalamnya ia menentang kaum Khawarij, Rawafidh dan Qadariah. Di antaranya adalah:Aku menentang kaum Khawarij, Dan aku bukan berasal dari mereka, Aku menentang Ghuzzal dan Ibnu Bab, Aku pun menentang kaum, yang apabila menyebut-nyebut nama Ali maka mereka memberi salam pada awan.
Asy-Syaikh Muhyiddin Abdul Hamid, telah berkomentar tentang ideologi semacam ini, yaitu:
"Hingga kini saya masih sering melihat anak-anak kecil di Kairo berlarian ketika hujan deras, sambil berteriak: "Wahai berkah Ali, melimpahlah."Namun, hal itu tidak terbatas hanya pada anak-anak kecil saja, juga sebagian orang yang tentang mereka telah dikatakan Allah pada akhir surat Asy-Syu'ara: Dan ahli-ahli syair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat "Al-alawiyah" yang berjumlah lebih dari 400 bait dan pernah dibacakannya di Universitas Mesir, pada tahun 1919 M.
Berikut syair nya :
Sungguh mengherankan, siapakah penunggang onta malam itu. Dengan onta itu, engkau menembus padang belantara dan bebukitan. Dan apakah gumpalan-gumpalan asap itu jika ia dilepaskan api menyala-nyala. Berilah aku sayap, agar aku dapat terbang ke awan menemui sang Imam.
Dan banyak lagi kata-kata dan ide-ide sesat yang tidak bisa disebutkan disini.
SIKAP ALI RA DAN KETURUNAN (AHLI BAIT) TERHADAP ABDULLAH BIN SABA’ DAN ANTEKNYA
Ali r.a. berkata: "Akan binasa sehubungan dengan diriku dua. Golongan manusia: Pecinta yang berlebihan, hingga kecintaannya menyebabkannya menyimpang dari yang haq dan pembenci yang ceroboh, hingga kebenciannya membuatnya menyimpang dari kebenaran. Maka, sebaik-baik keadaan manusia dalam kaitannya dengan diriku adalah yang di tengah. Ikutilah yang di tengah dan ikutilah kelompok terbesar, karena sesungguhnya pertolongan Allah beserta jamaah."
Demikianlah, kehendak Allah atas manusia sehubungan dengan Ali terbagi menjadi tiga bagian:
§ Yang pertama: Pembenci yang ceroboh, mereka inilah yang mencelanya, bahkan sebagian dari mereka terlalu ekstrim, hingga mengkafirkannya, seperti kaum Khawarij.
§ Yang kedua: Pecinta yang berlebihan, dan kecintaannya tersebut membuatnya melewati batas, hingga menjadikannya Nabi bahkan kesesatan mereka kian meluap, hingga mempertuhankannya layaknya pengikut syi’ah.
§ Sedang yang ketiga: adalah ketompok terbesar, mereka inilah ahlus sunnah wal jamaah dari mulai kaum terdahulu yang saleh, hingga masa kita dewasa ini. Mereka inilah yang mencintai Ali dan keluarganya dengan cinta yang benar menurut syara'.
Mereka mencintai Ali dan keluarganya adalah karena kedudukan mereka di sisi Nabi Sallallahu ’Alaihi wa Sallam Terhadap kelompok pertama, beliau memerangi mereka, setelah sebelumnya adu argumentasi dengan mereka. Kisah-kisah tentang Ali dengan kelompok pertama tersebut, telah banyak disebutkan dalam kitab-kitab sejarah, sebagaimana yang telah kita ketahui. Kini, kita ingin mengetahui sikap Ali dan keluarganya tehadap Ibnu Saba' dan para pengikutnya:
Ketika Ibnu Saba' menyatakan keislamannya dan mulai menampakkan sikap amar ma'ruf nahi mungkar serta berhasil menarik simpati banyak orang, maka ia mulai mendekatkan diri dan menunjukkan kecintaannya kepada Ali. Setelah kedudukannya cukup konstan, ia mulai berdusta dan menciptakan kebohongan atas diri Ali. Salah seorang tokoh besar dari golongan Tabiin, yang wafat pada tahun 103 H., yaitu Asy-Sya'bi berkata:
"Yang pertama kali melahirkan kebohongan adalah Abdullah bin Saba'. Dia telah berdusta atas Allah dan Rasul-Nya." Ali berkata: "Ada urusan apa aku dengan si jahat berkulit hitam itu (yang dimaksud adalah Ibnu Saba'), ia telah mencaci Abu Bakar dan Umar."
lbnu Asakir meriwayatkan, bahwa ketika kabar tentang caci maki yang dilontarkan Ibnu Saba' pada Abu bakar dan Umar sampai kepada Ali bin Abi Thalib, maka beliau memanggilnya. Beliau menghunus pedang hendak membunuhnya, maka orang orang meminta pertolongan kepadanya. Kemudian Ali berkata: "Demi Allah, dia tidak boleh tinggal di negeri yang sama denganku. Asingkanlah dia ke Madain."
Berkata Ibnu Asakir: Ash-Shodiq-Abu Abdillah Ja'far bin Muhammad AshShodiq, lahir di Madinah Munawarah pada tahun 83 H. dan meninggal di kota yang sama pada 148 H. Beliau Imam ke VI yang ma'sum di kalangan Syi'ah, meriwayatkan dari ayah-ayahnya yang suci meriwayatkan dari Jabir, ia berkata:
"Ketika Ali telah dibai'at, ia berkhotbah di hadapan masa, maka Abdullah bin Saba' bangkit lalu menghampirinya sambil berkata kepadanya: Engkau adalah binatang melata yang akan keluar dari perut bumi. Ali berkata kepadanya: "Bertaqwalah kepada Allah!"
Abdullah balik berkata: "Engkaulah Sang Raja." Sekali lagi Ali berkata:
"Bertaqwalah kepada Allah!" Namun Abdullah malah menjawab: "Engkaulah yang menciptakan makhluk dan membagi-bagi rizki." Lalu, Ali menginstruksikan agar ia segera dibunuh, maka kaum Rafidhah sepakat menentang Ali dengan berkata: "Biarkan dia! Asingkan saja ke pinggiran Madain. Karena jika engkau membunuhnya di kota ini (Kufah) kawan-kawan beserta pengikut-nya tentu akan menentang kita."
Maka, beliau mengasingkannya ke pinggiran Madain. Di sana terdapat Qaramithah dan Rafidhah. Setelah itu, berkat upaya Ibnu Saba', maka kota Madain menjadi sentra pertemuan mereka." Jabir berkata: "Lalu, datang kepada Ali 11 orang dari kaum Sabaiah. Beliau berkata: "Kembalilah kamu (Ali ) minta agar mereka menarik kembali kata-kata mereka yang mengandung syirik (penterjemah)
Aku adalah Ali. Ayah dan ibuku sudah dikenal. Aku adalah putra paman Nabi Sallallahu ’Alaihi wa Sallam." Mereka berkata: "Kami tidak akan kembali, tinggalkan yang memanggilmu." Lalu Ali membakar mereka. Kuburan mereka yang berjumlah 11 di padang pasir demikian terkenal. Sisa dari mereka mengatakan bahwa Ali adalah Tuhan. Mereka berpegang pada ucapan Ibnu Abbas: "Tidaklah diperbolehkan menyiksa dengan api, kecuali Penciptanya (Allah). "
Inilah sikap Imam Ali r.a. terhadap Ibnu Saba' dan pengikutnya. La mengasingkannya ke Madain dan membakar sejumlah pengikutnya. Ada pun yang belum puas dengan riwayat-riwayat tadi, di mana sebagian di antaranya diriwayatkan oleh imam yang ma'sum di kalangan mereka, serta bagi mereka yang menolaknya kecuali disebabkan oleh sikap menentang, maka kisah pembakaran orang-orang tersebut akan kami ketengahkan dari riwayat-riwayat yang otentik, di kalangan ahli Sunnah dan Syi'ah. Bukhari meriwayatkan dalam Shahihnya
(dalam kitabul jihad, bab: tidak menyiksa dengan siksaan Allah) dengan sanadnya sampai pada Ikrimah, bahwa Ali r.a. telah membakar satu kaum. Hal itu sampai kepada Ibnu Abbas, lalu ia berkata:
"Jika aku jadi Ali, tentu aku tidak akan membakar mereka, karena Nabi Sallallahu ’Alaihi wa Sallam telah bersabda: "Jangan menyiksa dengan siksaan Allah." Tetapi akan aku bunuh mereka, sesuai dengan sabda Nabi Sallallahu ’Alaihi wa Sallam: "Bunuhlah orang yang mengganti agamanya." Bukhari meriwayatkan (dalam Shahihnya dalam kitab Istitabah bagi orang-orang murtad dan yang menentang serta memerangi mereka ) kepada Ikrimah dengan sanadnya seperti di atas, ia berkata: "Ketika dibawa orang-orang zindiq kepada Ali, maka beliau membakar mereka.") Diriwayatkan juga oleh Abu Daud dalam kitab Sunannya
(Kitabul Hudud,bab: hukum orang yang murtad)
dan pada akhirnya: hal itu sampai pada Ali, lalu ia berkata: "Benar, Ibnu Abbas." Abu Isa berkata: "Hadist ini shahih hasan, ahli ilmu mengamalkan hadits ini untuk masalah murtad. "
Thabrani meriwayatkan dalam AI-mu'jamul ausath dari jalan Suwaid bin Ghuflah (telah sampai kabar kepada Ali, bahwa satu kaum telah keluar dari agama Islam, maka beliau mengirim utusan kepada mereka dan memberi makan mereka, kemudian menghimbau mereka untuk kembali di bawah naungan Islam. Namun, mereka menolak. Hingga Ali menggali lubang, lalu memenggal leher mereka dan melemparkannya dalam lubang tersebut. Kemudian mereka ditimbuni dengan kayu lalu dibakar. Ali lalu berkata: "Maha Benar Allah dan
Rasul-nya .
Pada bagian ke III dari hadits Abi Thohir Al-Mukhlis dari jalan Abdullah bin Syuraih AI-'Amiri dari ayahnya, ia berkata: "Dikabarkan kepada Ali, bahwa satu kaum berdiri di pintu masjid mendakwakan bahwa Ali adalah Tuhan mereka. Lalu, Ali memanggil merekad dan berkata padanya: "Celaka engkau! Apa yang kau katakan ?" Mereka berkata: "Engkau Tuhan kami, Pencipta kami dan Pemberi rizki kami."
Ali berkata: "Celaka kamu. Aku hanyalah seorang hamba, sebagaimana kamu, aku makan dan minum, sebagaimana kamu. Jika aku patuh kepada Allah, maka la memberiku pahala jika la berkehendak, dan jika aku bermaksiat pada-Nya, aku takut la menyiksaku. Oleh karena itu bertaqwalah kepada Allah dan kembalilah. Namun, mereka menolak. Keesokan harinya mereka datang lagi menemui Ali, maka Qunbur datang sambil berkata: "Demi Allah, mereka kembali mengulang ucapan mereka."
Ali berkata: "Bawalah mereka kemari." Lalu, kembali mereka mengulang ucapannya. Ketika sampai yang ketiga kalinya, maka Ali berkata: "Jika kamu tetap mengatakan hal itu, maka aku akan membunuhmu dengan cara terjelek."
Tetapi mereka tetap menolak untuk kembali, hingga Ali kemudian menyeru pada Qunbur: "Hai Qunbur, bawalah para pekerja dengan menyertakan cangkul mereka. Maka ia menggali lubang-lubang di antara pintu masjid dan istana. Beliau berkata: Galilah lubang! Maka, mereka memperdalam galiannya. Ali segera membawa kayu bakar dan menyulutnya, lalu dimasukkannya ke dalam lubang-lubang itu sambil berkata: Aku akan memasukanmu ke dalamnya atau kalian kembali (kepada kebenaran ).
Tetapi, mereka tetap menolak untuk kembali. Maka, beliau melemparkannya ke dalam lubang yang berapi itu. Hingga ketika mereka telah terbakar, Ali berpantun:
"Jika aku melihat suatu kemungkaran
maka, kunyalakan apiku
dan kupanggil qunbur."
Ibnu Hajar berkata: "Sanad riwayat ini Hasan.")
Sebagai tambahan dari riwayat-riwayat ini, Al-Kulaini
(kedudukannya di kalangan Syi'ah sejajar dengan Bukhari di kalangan ahli Sunnah)
Meriwayatkan dalam kitabnya AI-Kafi dalam Kitabul Hudud bab murtad dengan sanadnya dari jalan dari Abi Abdillah, ia berkata: "Satu kaum mendatangi amirul mukminin r.a, mereka berkata: Salam sejahtera atasmu, wahai Tuhan kami! Maka, beliau meminta agar mereka bertobat. Tetapi mereka enggan bertobat. Beliau kemudian menggali lubang dan menyalahkan api di dalamnya, lalu menggali lubang lagi di sisi lubang pertama dan mengosongkan antara kedua lubang tersebut. Setelah mereka tetap tidak mau bertobat, beliau melemparkannya ke dalam lubang dan menyalakan api di lubang satunya, Hingga mereka mati."
Orang yang sangat terpercaya di kalangan Shi'ah, Al-Mamaqani, telah menukil beberapa nash tentang celaan terhadap kaum Ghulat di antara mereka adalah kaum Sabaiah. Diriwayatkan oleh Muhammad bin Hasan dan Utsman bin Hamid, keduanya berkata:
"Telah diceritakan kepada kami oleh Muhammad bin Yazdad dari Muhammad bin Husain dari Musa bin Basyar dari Abdullah bin Syuraih dari ayahnya, ia berkata: Ketika Ali sedang bersama istrinya, tiba-tiba Qunbur datang kepadanya sambil berkata: Telah datang 10 orang di depan pintu yang menganggap engkau sebagai Tuhan mereka.
Maka, Ali berkata: Bawalah mereka kemari! Setelah mereka masuk Ali menanyai mereka: Apa yang kalian katakan? Mereka menjawab: Engkau Tuhan kami, Pencipta kami dan Pemberi rizki kami.
Ali berkata pada mereka: Celaka kamu, jangan lakukan itu! Aku hanyalah manusia biasa yang tidak berbeda dengan kamu. Tetapi mereka tetap menolak. Hingga Ali berkata: Celaka kamu! Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah. Celaka kamu bertobatlah! Kembalilah! Mereka menjawab: Kami tidak akan menarik kembali kata-kata kami. Engkau Tuhan kami, Pencipta kami dan Pemberi rizki kami.
Kemudian Ali berkata: Hai Qunbur! Bawalah para pekerja padaku. Maka, Qunbur ke luar dan kembali membawa 10 orang pekerja beserta cangkul mereka, kemudian ia perintahkan mereka untuk menggali lubang. Setelah selesai, dimasukkanlah kayu yang telah dinyalakan ke dalamnya, hingga membara. Kemudian Ali berkata pada mereka: Bertobatlah! Mereka menjawab: Kami tidak akan kembali! Maka Ali melempar sebagian dari mereka, kemudian melempar sisanya ke dalam api. Kemudian Ali berpantun lagi:
Jika aku melihat suatu kemungkaran
Maka, kunyalakan apiku
dan kupanggil Qunbur."
Tampaknya, Ali kembali mengulang hukumannya kepada selain mereka. Yaitu, kepada Zith (penyembah berhala) An-Nasai telah meriwayatkan dalam Sunannya (Al-Mujtaba) dari Anas: "Telah dibawakan kepada Ali sejumlah orang dari Zith, maka Ali membakar mereka." Ibnu Abbas berkata: Rasulullah saw. bersabda: "Barang siapa mengganti agamanya, bunuhlah dia! "
Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari jalan Qatadah (Telah dihadapkan kepada Ali sejumlah orang dari Zith, kemudian beiiau membakarnya).
Al-Hafidh ibnu Hajar memvonis hadits ini dengan Inqitho' ( Inqitho' berasal dari inqathaayanqathiu-inqithaan fahuwamunqathiun, yang dimaksud dengan hadits munqathi' adalah hadits yang gugur dari sanad seorang rawi, dengan ketentuan: yang gugur itu bukan seorang sahabat/penterjemah).
Kemudian ia berkata: Jika hadits itu memang benar, maka ditujukan untuk kisah yang lain. Ibnu Abi Syaibah juga telah meriwayatkan dari jalan Ayyub dari Nu'man, bahwa ia berkata:
"Aku melihat Ali di Rahbah, kemudian datang kepadanya seseorang, ia berkata: Di sini ada satu keluarga, mereka menyembah berhala, yang mereka letakkan di satu rumah. Ali segera bangun dan berjalan menuju rumah yang dimaksud. Kemudian mereka semua dikeluarkan dan rumahnya dibakar oleh Ali."
Al-Kasyi meriwayatkan dalam kitabnya Ma'rifatu Akhbarir Rijal setelah.menyebutkan biografi Abdullah bin Saba' dengan judul "70 orang dari kaum Zith yang mendakwakan ketuhanan dalam diri amirul mukminin r.a." dengan sanadnya sampai pada Abu Ja'far, ia berkata:
"Setelah selesai memerangi ahli Basra, Ali r.a. didatangi 70 orang dari kaum Zith. Mereka memberi salam kepadanya dan mengajak bicara dengan bahasa mereka dan Ali menjawab dengan bahasa mereka pula.
Kemudian Ali berkata pada mereka: Aku tidak seperti yang kamu katakan. Aku adalah hamba Allah, makhluk biasa. Namun, mereka tetap menolak, bahkan berkata kepadanya: Engkau, Engkau adalah Dia. Ali kemudian berkata: Jika kamu tidak menarik kembali ucapanmu tentang diriku serta bertobat pada Allah, niscaya aku akan membunuhmu. Tetapi mereka tidak mau bertobat. Maka, beliau menyuruh membuat sumur-sumur untuk mereka. Kemudian sumur-sumur itu digali, di mana di antara satu dengan yang lain diberi lubang, hingga saling berhubungan. Mereka segera dilempar ke dalamnya dengan leher-leher mereka yang dipenggal. Kemudian disulutlah api dalam sumur yang kosong dan asapnya masuk melalui lubang yang tersedia, hingga mereka mati.
Dalam Biharul Anwar, sebagai nukilan dari Manaqib Ali Abi Thalib disebutkan: Maka Ali r.a. menggali lubang-lubang untuk mereka serta menyalakan api, sementara Qunbur memanggul mereka satu persatu, lalu melemparkannya ke dalam api yang berkobar-kobar. Kemudian Ali berpantun:
Jika aku melihat suatu kemungkaran
kunyalakan api
dan kupanggil Qunbur lalu,
kugali lubang demi lubang
dan Qunbur menyirnakan secara tuntas kemungkaran itu.
Kisah ini dikomentari oleh Ibnu Syahri Asyub dengan ucapannya: Kemudian seseorang menghidupkan mereka itu. Nama orang tersebut adalah Muhammad bin Nushair-An-Numairi. Ia menggap bahwa Allah tidak menampakkan dirinya, kecuali pada masa ini dan sesungguhnya dia adalah Ali sendiri. Golongan An-Nushairiah berafiliasi kepada Nusairi. Mereka itu adalah golongan yang menganut paham kebebasan mutlak (anarkhi).
Merekameninggalkan ibadah dan berbagai kewajiban syariat serta menghalalkan segala yang dilarang dan diharamkan. Di antara ucapan mereka adalah: Kaum Yahudi dalam kebenaran, tetapi kami bukan dari golongan mereka. Kaum Nasrani juga berada dalam kebenaran, tetapi kami bukan dari golongan mereka. Pada saat kami masih berbicara tentang pembakaran pengikut Ibnu Saba' dan kaum zindiq oleh Ali bin Abi Thalib, maka sangatlah tepat jika kami ketengahkan juga suatu peristiwa lain yang disebutkan oleh Ibnu Abil Hadid dalam Syarh Nahjul Balaghah.
Ibnu Abil Hadid berkata: "Telah diriwayatkan oleh Abul Abbas Ahmad bin Ubaid bin Ammar Ats-tsaqafi dari Muhammad bin Sulaiman bin Hubaid Al-Mashishi yang lebih dikenal dengan sebutan Nuwain, ia meriwayatkan juga dari Ali bin Muhammad An-Naufali dari guru-gurunya:
Bahwa Ali r.a. telah lewat di mana ada satu kaum yang sedang makan di siang hari pada bulan Ramadhan. Beliau kemudian bertanya: Sedang musafirkah kamu atau sedang sakit? Mereka menjawab: Tidak, kami bukan musafir dan tidak dalam keadaan sakit. Apakah kamu ahli dzimmah*) hingga tanggungan dan upeti dapat menjagamu*) tanya Ali selanjutnya. .Mereka menjawab: Tidak!
*Ahli dzimmah adalah orang-orang non-Muslim yang tetap pada paganisma (penyembahan berhala) dan hidup di negara Islam: Sebagai imbalan atas keamanan yang mereka dapatkan dari pemerintahan negara Islam, maka mereka diwajibkan membayar upeti.
* Yang dimaksud: seandainya Anda adalah salah seorang ahli dzimmah yang ntembayar upeti,
Maka Anda bebas melakukan ritus-ritus sesuai dengan tatacara Anda sendiri, tanpa ada
yang mengganggu, karena Anda telah membayar upeti (penterjemah).
Jika demikian, apa alasan kalian makan-makan pada siang hari di bulan Ramadhan ini? tanya Ali. Mereka segera bangkit menghampiri beliau, kemudian berkata: Engkau adalah Engkau! Dengan ucapan itu mereka menunjuk adanya unsur ketuhanan dalam diri Ali. Maka, beliau r.a. segera turun dari kudanya, lalu menempelkan pipinya ke tanah sambil berkata: Celaka kamu, aku hanyalah seorang hamba di antara hamba-hamba Allah. Bertaqwalah kepada Allah dan
kembalilah ke pangkuan Islam! Namun mereka menolak. Beliau mengajak mereka berulang-ulang untuk kembali dan bertobat, tetapi mereka tetap berpegang pada kekafiran mereka. Maka, Ali bangkit menghadap mereka sambil berkata: Ikatlah mereka erat-erat! Bawalah para pekerja, api dan kayu kepadaku! Kemudian Ali menyuruh menggali 2 sumur. Lalu digalilah dua sumur, yang satu tertutup dan lainnya terbuka, di mana di antara keduanya dibuat lubang yang
dapat menghubungkan satu dengan lainnya. Kemudian dimasukkanlah kayu tersebut dalam sumur yang tertutup, lalu disulut dengan api hingga asapnya mengepul menutupi mereka. Sekali lagi beliau meminta mereka agar kembali ke pangkuan Islam. Namun, mereka tetap pada pendirian. Hingga kayu bakar dilemparkan kepada mereka sampai terbakar. Maka, berpantunlah seorang penyair:
Biarlah laut membawaku ke mana ia kehendaki jika memang engkau tidak akan melemparkanku dalam kedua lubang ini Jika kayu bakar telah disulut dengan api hal itu berarti kematian seketika tak perlu ditunda
Ali belum meninggalkan tempat itu, tetapi mereka telah berubah menjadi hitam legam."
Inilah riwayat-riwayat yang berhasil kami dapatkan dalam hadits-hadits shahih clan hasan serta dalam kisah-kisah sejarah, juga dari kitab-kitab Syi'ah yang berkaitan dengan Ushul, Fiqh, Rijal serta sejarah, yang menunjukkan secara jelas, bahwa Ali benar-benar membakar kaum zindiq dan orang-orang yang mempercayai adanya unsur ketuhanan dalam diri Ali. Di antaianya adalah pengikut Ibnu Saba' yang terkutuk.
Ada pun dia - Ibnu Saba' sebagaimana disebutkan dalam berbagai riwayat ahli Sunnah maupun Syi'ah, maka Ali hanya mengasingkannya ke Madain, setelah kaum Rafidhah memintakan pertolongan untuknya.
An-Nubakhti berkata dalam kitabnya Asy-Syi’ah dalam bab biografi Ibnu Saba': Dia adalah orang yang mencaci Abu Bakar dan Umar, Utsman serta para sahabat dan berlepas diri dari mereka. la juga mengatakan, bahwa Ali yang memerintahkan dia berbuat demikian. Kemudian Ali menangkapnya dan menanyakan tentang ucapannya. Ibnu Saba' mengakuinya. Maka, Ali
memerintahkan agar ia dibunuh, namun orang-orang memprotesnya: Hai Amirul Mukminin, apakah engkau akan membunuh seseorang yang menyeru pada kecintaan kalian, ahlul bait, dan loyalitasnya kepada Anda serta menentang musuh-musuh Anda? Lalu, Ali mengasingkannya ke Madain."
Ibnu Saba' Mengajak Orang-orang di Madain ke Dalam Da'wahnya
Setelah pengasingan dirinya, Abdullah bin Saba' seakan mendapat lahan yang subur untuk menyemai ide-ide sesatnya. Setelah ia lolos dari hunusan pedang Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, mulailah ia mengorganisir para pengikutnya dan menyebarkan ide-idenya di kalangan pasukan Ali yang selalu siaga di Madain. Ketika sampai kepada mereka kabar wafatnya Ali r.a, ia beserta kawan-kawannya mendustakan kabar tersebut.
Sebagaimana diriwayatkan oleh Khatib Bhagdadi dengan sanadnya sampai pada Zahr bin Qais al-Ja'fi, di mana Ali berkata tentangnya: Siapa yang ingin melihat syahid yang hidup, hendaklah ia melihat orang ini. Zahr berkata: Ali telah mengutusku menemui 400 orang penduduk Irak dan memerintahkan kami agar turun di Madain dalam keadaan yang selalu siaga. la berkata: Demi Allah, kami sedang duduk di suatu tempat,ketika matahari telah terbenam. Tiba-tiba datang seseorang mendekati kami dengan peluh bercucuran. Kami segera menanyainya:
"Dari mana anda datang?"
"Dari Kufah," jawab orang itu.
"Kapan anda ke luar?"
"Hari ini juga."
"Ada kabar apa?", tanya kami lagi.
"Ketika Amirul Mukminin ke luar untuk shalat Fajar, tiba-tiba datang Ibnu Burjah dan Ibnu Muljam menyerangnya. Kemudian salah seorang dari mereka memukulnya dengan keras, setelah itu mereka pergi." Maka, Abdullah bin Wahb yang Sabaisme berkata dengan kedua tangannya ditengadahkan ke langit: "Allahu Akbar! Allahu Akbar!" la berkata: Aku bertanya kepadanya, sedang apa kamu sekarang? la berkata: "Seandainya ia mengabarkan pada kami, bahwa otaknya telah keluar, aku tahu pasti bahwa Amirul Mukminin tidak akan mati, hingga ia menggiring orang-orang Arab dengan tongkatnya." Dalam riwayat Jahidh dalam kitab Al-Bayan wat Tabyin: "Andaikata kamu bawa otaknya dalam 100 pundi-pundi, maka tetap percaya bahwa dia tidak mati, hingga ia menggiringmu dengan tongkatnya."
Kita kembali kepada riwayat Al-Khatib: "Berkata Zahr, Demi Allah kami tidak tinggal kecuali malam itu, hingga datang surat Hasan bin Ali: Dari Abdullah Hasan Amirul Mukminin, untuk Zahr bin Qais, amma ba'du: Lakukan bai'at atas orang sebelum kamu. la berkata: Maka kami berkata: Di mana yang kau katakan itu? la berkata: Menurut pendapatku, ia tidak mati."
Hasan bin Musa An-Nubakhti berkata: Ketika kabar tentang wafatnya Ali sampai kepada Abdullah bin Saba' di Madain, ia segera berkata kepada pembawa kabar tersebut: "Engkau berdusta! Seandainya engkau bawa otaknya dalam 70 bungkus kepada kami dan engkau bawa 70 orang saksi guna mengkonfirmasikan kabar tersebut, kami tetap pada keyakinan kami, bahwa ia tidak mati, hingga pada suatu saat ia akan menguasai bumi. "
Kisah Dari Abdul Jabbar Al-Hamadani Mengenai Sikap Ibnu Saba':
Abdul Jabbar Al-Hamadani yang bermadzhab Mu'tazilah (wafat pada tahun 415 H. ) berkata sehubungan dengan pembicaraannya mengenai sikap Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib terhadap Ibnu Saba' dan kaum Sabaiah:
"Amirul Mukminin minta agar mereka bertobat, namun mereka menolak, hingga beliau membakarnya. Jumlah mereka saat itu relatif kecil, sementara Abdullah bin Saba' diasingkan dari Kufah ke Madain. Ketika Amirul Mukminin terbunuh, dikatakan kepada Ibnu Saba', bahwa Ali telah meninggal dan dimakamkan, apa yang pernah kau katakan dari kembalinya ke Syam? Ibnu Saba' berkata: Aku dengar Ali berkata: "Aku tidak akan mati, sampai aku menendang dengan kakiku ini dari Kufah, maka aku keluarkan darinya: keselamatan, dan aku akan kembali
ke Damaskus serta merobohkan masjidnya batu demi batu dan akan kukerjakan hal-hal lainnya.
Maka, andaikata kamu datang dengan membawa otaknya yang telah hancur, kami tetap tidak akan percaya bahwa dia telah mati. Betapa terkejut Ibnu Saba', ketika aibnya terbuka, hingga ia mendakwakan hal-hal yang sama sekali tidak pernah diucapkan oleh Amirul Mukminin. Orang-orang Syi'ah semua mengatakan: Bahwa Amirul Mukminin, merestui kata-kata lbnu Saba' dan
orang-orang yang dibakarnya. (hal ini benar-benar pemikiran ngawur).
Motivasi pembakaran yang dilakukan oleh Ali terhadap orang-orang tersebut, karena mereka membuka rahasia ( yang dimaksud rahasia di sini adalah bahwa Ali sepakat atas ucapan dan dakwaan Ibnu Saba' bahwa Ali tidak akan mati dan hal-hal lain seperti yang telah disebutkan. Hanya saja Ali ingin agar hal itu tidak disiarkan. Hingga ketika mereka mengutarakannya secara jelas, maka Ali membakarnya. Logika mana yang dapat menerima pendapat yang demikian kerdilnya/penterjemah).
Kemudian beliau menghidupkan mereka kembali setelah membakarnya. Mereka berkata: Jika memang tidak demikian, coba jelaskan kepada kami, mengapa Abdullah bin Saba' tidak dibakar?
Kami menjawab: "Karena Abdullah bin Saba' tidak memberikan pengakuan di hadapannya, sebagaimana yang diakui oleh orang-orang tersebut. la hanya menuduhnya, maka ia mengasingkannya. Seandainya Ali membakarnya, tentu hal itu tidak akan membawa manfaat bagi kalian, karena kalian akan berdalih: Beliau membakarnya karena ia membuka rahasia."
Sikap Pengikut Ibnu Saba', Ketika Mendengar Terbunuhnya Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib
Para pengikut Ibnu Saba' masih belum merasa puas dengan hanya mendustakan kabar itu, tetapi mereka pergi ke Kufah dengan menyiarkan kesesatan-kesesatan guru dan pemimpin mereka, Ibnu Saba'. Sa'd bin Abdullah Al-Qummi, penulis kitab Al-Maqalat wal Firaq dan orang yang sangat terpercaya di kalangan Syi'ah telah meriwayatkan: Kaum Sabaiah telah berkata pada mmbawa kabar tentang wafatnya Ali: "Engkau berdusta, wahai musuh Allah. Seandainya.engkau datang dengan membawa otaknya yang telah hancur serta membawa 70 orang saksi, kami tetap tidak akan mempercayaimu. Kami yakin bahwa dia tidak mati dan tidak terbunuh. Dia tidak akan mati sampai ia kelak menggiring orang-orang Arab dengan tongkatnya serta menguasai bumi.
" Kemudian, selang beberapa. saat mereka pergi ke rumah Ali.
Mereka minta ijin untuk masuk dengan penuh keyakinan bahwa Ali masih hidup, hingga mereka dapat memenuhi keinginan mereka untuk bertemu dengannya. Orang-orang yang menyaksikan pembunuhan terhadap Ali, yaitu keluarga, para sahabatnya serta putranya, mengatakan kepada para pendatang tersebut: "Subhanallah! Tidak tahukah kalian, bahwa Amirul Mukminin telah mati syahid?!"
Mereka menjawab: "Kami tahu pasti, bahwa ia tidak terbunuh dan tidak mati, hingga kelak ia menggiring orang-orang Arab dengan pedang dan cemetinya, sebagaimana ia pimpin mereka dengan hujjah dan bukti nyata yang ada padanya. Sungguh, ia mendengar segala bisikan yang penuh rahasia dan mengetahui apa yang ada di bawah selimut tebal. la demikian kemilau dalam kegelapan, sebagaimana kemilaunya pedang yang tajam."
Di antara mereka itu ada yang bernama Rusyaid Al-Hajari yang mengutarakan ideologinya secara tegas di hadapan Amir Asy-Sya'bi. Berkata Amir Asy-Sya'bi: "Suatu hari aku datang menemuinya, lalu ia berkata: aku keluar sebagai haji, maka aku berkata: aku membuat janji dengan Amirul Mukrninin, lalu aku mendekati pintu Ali r.a. kemudian aku berkata pada seseorang: ijinkanlah aku menemui Amirul Mukminin! Orang tersebut berkata: Bukankah Amirul Mukminin telah wafat? Aku jawab: la mati dalam pandanganmu, Demi Allah, ia sekarang. sedang bernafas, sebagaimana layaknya orang hidup. Orang itu berkata: Jika engkau memang tahu rahasia keluarga Muhammad, maka masuklah. la berkata: Maka aku masuk menemui Amirul Mukminin, kemudian beliau memberitahukan kepadaku hal-hal yang akan terjadi. Sya'bi berkata padanya: Semoga Allah mengutukmu, jika engkau berdusta! Kabar itu sampai kepada Zaid, maka ia mengirim utusan kepada Rusyaid Al-Hajari, lalu memotong lidahnya. dan menyalibnya di depan pintu rumah Amr bin Harits."
Kisah ini juga disebutkan oleh Adz-Dzahabi dalam Tadzkiratul Huffadh, yaitu: Maka, aku berkata pada seseorang, ijinkan aku menemui penghulu para Rasul. la sedang tidur, jawabnya. la mengira bahwa yang kumaksud adalah Hasan, maka aku berkata padanya: yang kumaksud bukan Hasan, tetapi Amirul Mukminin, Imam kaum muttaqin serta pemimpin kaum Mukminin. Ia bertanya: Bukankah beliau telah wafat? Kemudian aku jawab: Demi Allah, ia sekarang sedang bernafas, sebagaimana orang hidup dan mengetahui apa yang ada di balik
selimut tebal."
Oleh karena itu, Amir Sya'bi pernah berkata: "Tak seorang pun dari ummat ini yang dirinya didustakan, seperti apa yang didustakan atas Ali," (maksudnya: tidak ada kedustaan yang dinisbatkan kepada orang lain, seperti halnya kepada Ali, dan orang-orang amoral itu telah mengarang kebohongan, lalu dikatakan oleh mereka bahwa Alilah yang mengatakannya)
Ibnu Hibban berkata tentang Rusyaid: "Bahwa 'ia percaya pada raj'ah." Sementara Ath-Thusi menyebutkannya dalam kelompok sahabat Ali r.a. dan menamakannya dengan Rusyaid Al-Hajari ArRayyasy bin Adi Ath-thai Rusyaid dianggap sebagai pintu-pintu para imam, dan ia sebagai pintu bagi Husain bin Ali r.a.
SIKAP KELUARGA DAN KETURUNAN (AHLI BAIT) RASULULLAH SAW KEPADA ABDULLAH BIN SABA’ DAN ANTEKNYA
Ahlul bait Nabi yang mulia menentang Abdullah bin Saba', sebagaimana Ali bin Abi Thalib. Hingga mereka semua mendustakannya serta menentang ucapannya yang busuk, dan kesesatannya.
Al-Kasyi meriwayatkan dengan sanadnya dari Muhammad bin Quluwaih, ia berkata: Telah diceritakan kepadaku oleh Sa'd bin Abdullah, ia berkata: Telah diceritakan kepadaku oleh Ya'qub bin Yazid dan Muhammad bin Isa dari Ali bin Mahziar dari Fudhalah bin Ayyub Al-Azdi dari Aban bin Utsman berkata: Aku telah mendengar Abu Abdillah r.a. berkata: "Semoga Allah mengutuk Abdullah bin Saba', ia telah mendakwakan adanya unsur ketuhanan dalam diri Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib.
Sementara, Demi Allah, beliau adalah orang yang sangat taat. Sungguh celaka orang yang berdusta atas nama kami dan sesungguhnya satu kaum mengatakan tentang apa yang tidak pernah kami katakan mengenai diri kami. Kami berlindung kepada Allah dari mereka."
Al-Kasyi meriwayatkan dengan sanadnya dari Muhammad bin Quluwaih, ia berkata: Telah diceritakan kepadaku oleh Sa'd bin Abdullah, ia berkata: telah diceritakan kepada kami oleh Ya'qub bin Yazid dari Ibnu Abi Umair dan Ahmad bin Muhammad bin lsa dari ayahnya dan Husain bin Sa'd dari Ibnu Abi Umair dari Hisyam bin Salim dari Abi Hamzah Ats-Tsumali berkata, telah berkata Ali bin Husain r.a. :
"Semoga Allah mengutuk orang yang berdusta atas nama kami. Suatu ketika aku teringat pada Abdullah bin Saba', tiba-tiba berdiri bulu roma di sekujur tubuhku. la telah mendakwakan satu masalah besar yang sungguh tak layak diucapkannya. Semoga Allah melaknatinya. Ali r.a. adalah hamba Allah yang saleh, seukhuwah dengan Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam. la tidak mendapatkan kemuliaan dari Allah, melainkan dengan ketaatannya dengan Allah
dan Rasul-Nya, sebagaimana Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak memperoleh kemuliaan, melainkan dengan taatnya kepada Allah.'“
Al-Kasyi juga meriwayatkan dengan sanadnya dari Muhammad bin Khalid Ath-Thoyalisi dari Ibnu Abi Najran dari Abdullah bin Sinan, berkata: Telah berkata Abu Abdillah r.a.:
"Kami adalah satu keluarga yang senantiasa melakukan kebenaran, namun kita tidak pernah terbebas dari issu seorang pendusta yang berdusta atas nama kami. Maka, kebenaran yang selama ini kami tegakkan menjadi luruh di mata manusia disebabkan dusta-dusta yang ia cipta
atas nama kami. Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah makhluk paling benar dalam ucapannya dan paling benar di antara semua makhluk, namun masih saja Musailamah mendustakannya. Begitu juga Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, beliau adalah sebenar-benar makhluk yang diciptakan Allah setelah Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan orang berdusta atas namanya dan senantiasa berupaya untuk mendustakan kebenarannya serta mencipta kebohongan atas nama Allah. Dialah Abdullah bin Saba', semoga Allah melaknatinya."
Semua ini adalah riwayat Al-Kasyi yang berasal dari imam-imam Ahlul bait. Sebagaimana telah kita ketahui, kitab Kasyi yang berjudul Ma'rifatun Naqiihin 'Ani aim Matish Shodiqin telah diteliti oleh Imam Syi'ah yang sangat terpercaya di kalangan mereka, yaitu: Ath-Thusi yang mereka gelari dengan Syaikhut-thaifah (wafat pada tahun 460 H.)
la meneliti kitab Al-Kasyi, lalu meniadakan tambahan-tambahan dan berbagai kesalahan. Kitab itu dinamakan dengan Ikhtiyarurrijal dan mendiktekannya kepada murid-muridnya di Masyhad Ghurwa, dimulai pada hari Selasa Shaffar tahun 456. Hal itu dinashkan oleh Sayyid Rhidhaddin Ali bin Thawus di Firajil Mahmum, sebagai nukilan naskah karya Syaikh Ath-Thusi, yang ditegaskan di situ bahwa itu merupakan ringkasan Kitabur Rijal karya Abu Amru Muhammad bin Umar bin Abdul Aziz AlKasyi dan kitab Ikhtiyarrurijal. Maka, yang ada pada masa kita ini, baik yang masih berbentuk manuskrip maupun yang telah dicetak tahun 1317 H. di Bombay, dan juga pada masa allamah Al-Huli adalah kitab Al-Ikhtiar karya syaikh Thusi, bukan Rijalul Kasyi yang asli. Karena, hingga hari ini, kitab tersebut masih belum ditemukan."
Dengan nukilan-nukilan dan nash-nash yang nyata-nyata dinukil dari kitab-kitab golongan Syi'ah sendiri, maka tampak jelas oleh kita mengenai eksistensi si Yahudi, Ibnu Saba', dan orang-orang yang mengutuknya dari kalangan Syi'ah. Yahudi keji ini dicaci dalam kitab-kitab mereka (Syi’ah) yang menukilkan kutukan Imam-imam mereka yang ma'sum. Sungguh, tidaklah masuk dalam logika kita, seandainya para Imam yang ma'sum itu mengutuk pribadi yang tidak diketahui wujudnya. Sedang di dalam ideologi kaum Syi'ah, tidaklah dibenarkan mendustakan Imam yang ma'sum. Itulah yang dapat kami terangkan, guna mengkonfirmasikan eksistensinya (Abdullah bin Saba’).
Sedang untuk berbicara tentang andil Ibnu Saba' dalam pembunuhan Utsman r.a., juga peranannya di masa Ali r.a. dan dampaknya bagi sekte-sekte Syi'ah serta mengenai para rawi, maka hal itu memerlukan tulisan lain.
"Ya Allah, Pemilik dan Pemelihara kami! Janganlah Engkau gelincirkan hati kami, setelah Engkau beri petunjuk kepada kami dan limpahkanlah rahmatMu bagi
kami. Sesungguhnya Engkau Maha Pemberi" "Ya Allah, Pemilik dan Pemelihara kami, kami nyatakan beriman dengan apa-apa yang Engkau turunkan dan kami mengikuti para Rasul, maka tulislah kami beserta orang-orang yang menyaksikan kebenaran."
Wallahu’alam
Sumber :
- Abdullah bin saba’ bukan tokoh fiktif karya Dr. Sa'diy Al-Hasyimi. Penerbit : amar press. Cetakan pertama 1998
assalaamu'alaikum ya shoohibul kitaabati hadzihi : alhamdulillah ana merasa puas baca karyamu ini tuk menambah khazanah keilmuan dan mudah2an karya ini menjadikan penyelamat bagi orang yg telah terpedaya oleh pemahaman2 yg jauh dari kebenaran dan mdh2an menjadikan jembatan keselamatan kita nanti di akhirat aaamiiin....
BalasHapus