[Tafsir Quran] Makna Celakalah Orang Yang Shalat

Allah SWT Berfirman :

“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, (yaitu) orang-orang yang menampak-nampakan (riya).”

(QS. Al-Maa’uun, 107: 4-5)



MUKADIMAH

Bagi anda yang belum tahu makna ayat ini akan heran, kenapa ada orang yang shalat tapi ia tetap celaka, bukankah sholat itu dapat pahala bukan dapat dosa? tentu saja tapi ada syaratnya yaitu sholat dengan khusuk dan tidak lalai dari shalatnya. Tidak sering lupa bacaan shalatnya karena jasadnya sholat tapi pikirannya kemana-mana memikirkan masalah dunia, atau terkadang ada orang sholat cuman sekedar pamer biar dibilang orang shalih, ahli ibadah, supaya dipandang lelaki alim didepan calon mertua dan sebagainya itu semua adalah riya. Itulah sebab-sebab yang menyebabkan orang yang shalat tetap celaka dan mendapat siksa dihari pembalasan, terus apakah lebih baik tidak sholat? itu malah lebih buruk, karena orang yang menganggap tidak melaksanakan dan menganggap sholat tidak wajib dianggap murtad. untuk lebih jelasnya anda simak bahasan berikut ini


Penjelasan Ayat  


Ayat: Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,” 

menurut Ibnu Abbas ra dan yang lainnya berkata, ‘Yakni orang-orang munafik yang melaksanakan shalat secara terang-terangan, namun tidak mau melaksanakan ketika tidak dilihat manusia.
(Sahih Tafsir Ibnu Katsir, Surat Al-Maa’uun, ayat 4-6.  Jilid 9, hal. 725., Ibnu Katsir nukil dari Tafsir Ath-Thabari)
Imam Ibn Katsir mengatakan, karena itulah Allah swt berfirman, bahwa kecelakaan itu, Bagi orang-orang yang shalat.” Yaitu mereka melaksanakan shalat dan konstsiten melaksanakannya, kemudian mereka lalai dari shalatnya. Baik lalai dari melaksanakannya secara keseluruhan, sebagaimana yang dikatakan Ibnu Abbas ra, maupun lalai dari melaksanakannya pada waktu yang sudah ditetapkan secara syar’i, sehingga dia melaksanakan shalatnya di luar waktu yang semestinya secara keseluruhan, sebagaimana yang dikatakan oleh Masruq dan Abudh Dhuha.
(Sahih Tafsir Ibnu Katsir, Surat Al-Maa’uun, ayat 4-6.  Jilid 9, hal. 726. 
, Ibnu Katsir nukil dari Tafsir Ath-Thabari)
Ibnu Katsir berkata, Lalai di sini mencakup 
1) Lalai dengan tidak mengerjakan di awal waktu, sehingga mereka selalu atau sering menunda-nundanya sampai akhir waktu. 
2) Lalai dengan tidak melaksanakan rukun-rukun dan syarat-syaratnya, menurut cara yang telah ditetapkan.
Yaitu tidak shalat sebagaimana Rasulullah saw shalat. Baik bacaan maupun gerakan. Pembaca jika ingin mencaritahu apakah shalatnya sesuai dengan shalat Rasulullah saw ataukah tidak, maka dapat merujuk pada buku-buku sifat shalat Rasulullah saw seperti yang ditulis Syaikh Al-Bani atau ulama-ulama Ahlu Sunnah lainnya. Atau bisa langsung merujuk pada Kitab Sahih Bukhari dan Muslim. Anjuran ini perlu kami sampaikan, karena shalat yang biasanya kita lakukan diperoleh melalui kebiasaan orang-tua, sedangkan orang-tua juga mengikuti kebiasaan yang dulu, dan semua yang dulu tidak belajar langsung dari sumbernya, melainkan hanya mendengar dari orang. Sementara Islam masuk di Indonesia dengan ajarannya namun disampaikan tidak sempurna. Karena masih dipengaruhi oleh budaya Indonesia yang tercampur dengan agama.
3) Lalai dengan tidak menjaga kekhusyu’an dalam shalat. 
4) Lalai dengan tidak merenungkan (Tapi justru memikirkan pekerjaannya, kesibukannya, atau sesuatu yang berkaitan dengan dunianya) serta bacaan-bacaan shalat.
 
Menurut Ibnu Katsir, orang yang memiliki salah satu sifat dari sifat-sifat lalai tersebut di atas, maka ia mendapatkan bagian dari ayat tersebut. Dan orang yang memiliki semua sifat tersebut di atas, maka sungguh lengkaplah bagiannya dari ayat tersebut dan sempurnahlah sifat kemunafikannya. Ini sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Demikian itulah shalat orang munafik. Demikianlah itulah shalat orang munafik. Demikian itulah shalat orang munafik. Ia duduk (Yakni belum bangkit melakukan shalat) mengamati matahari. Sampai sampai pada saat matahari berada di antara dua tanduk syaitan, maka (barulah) ia bangkit melaksanakan shalat ‘Ashar lalu mematuk-matuk empat rakaat( Yakni shalat tergesah-gesah tanpa thumanina / ketenangan bagai burung mematuk makanannya). Ia tidak mengingat Allah dalam (shalat)nya kecuali sedikit.”

( HR Muslim )
 
Sedangkan ayat “(yaitu) orang-orang yang menampak-nampakan (riya).” Imam Ibnu Katsir mengatakan, barangkali alasan yang mendorongnya menunaikan shalat agar dilihat oleh orang lain (riya), bukan karena mencari ridha Allah swt, sehingga ia sama saja dengan orang yang tidak shalat secara keseluruhan.
Allah swt berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.”(QS. An-Nisaa, 4: 142).
Imam Ahmad meriwayatkan dari Amr bin Murrah, ia berkata, “Kami sedang duduk bersama Abu Ubaidah, mereka menyinggung riya’. Lalu seorang laki-laki ber-kun-yah (nama panggilan) Abu Yazid berkata, “Aku mendengar Abdullah bin Amr mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Barangsiapa yang memperdengarkan amalnya di hadapan orang lain, maka Allah akan memperdengarkan amalnya di hadapan pendengar (dari kalangan) mahluk-Nya. Dan Dia akan merendahkan dan menghinakannya.”
( HR Imam Ahmad )
Dari tafsir ayat Al-Quran di atas yang berbunyi “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, maka jika dicermati tidak ada ulama tafsir baik dari kalangan sahabat sampai para ulama sesudah mereka, menafsirkan kata ‘lalai dari shalatnya’ dengan makna maksudnya, ‘yaitu meninggalkan shalat.” Justru kata ‘lalai’ di sini dimaknai orang yang tetap mengerjakan shalat, namun lalai dalam waktunya, rukunnya, khusyunya, dan tidak merenungkan bacaan shalat. 

Lalu bagaimanakah dengan orang yang meninggalkan shalat apakah ia lebih baik? justru itu lebih buruk karena jika seseorang meninggalkan shalat, maka dia dicap murtad. Naudzubillah

Oleh Karena itu marilah kita shalat dengan ketenangan batin, fokus dan khusuk dan dilandasi hati yang ihlas agar diterima Allah sebagai pahala yang besar, amien

wallahu'alam 

Refrensi Tulisan
 -al-Quran
- al Hadits
- Tafsir ibnu katsir
- Surat Kabar Harian Fajar

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hukuman Bagi Pezina dan Siksaan Pedih Di neraka

Status Anak Hasil Perzinaan / Hamil Diluar Nikah

Kenikmatan Paling Besar di Surga Bukan Pesta Seks, Tapi MELIHAT ALLAH SWT